pimpinan

pimpinan

Tuesday, January 6, 2015

“PROBLEMATIKA PENGAKDERAN DI LEVEL BAWAH”



“PROBLEMATIKA PENGAKDERAN DI LEVEL BAWAH”
Oleh : Ahm Syafiq
Alumni Ikatan Pelajar Muhammadiyah 2013
 “Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) banyak mengalami kendala, terutama dalam segi penerus yang mampu menjadi tongkat estafet organisasi. Ungkapan ini banyak dilontarkan oleh kalangan pengurus ataupun anggota organisasi. Tapi tidak tertutup kemungkinan generasi penerus akan banyak bermunculan ketika paradigma pengkaderan mulai dirubah.

Sistem Pengkaderan Ikatan yang telah diterbitkan oleh pimpinan pusat yang sudah mengalami perubahan hingga 4 (empat) dekade, dari SPI Merah (1986), SPI Biru (1994), SPI Hijau (2002), dan sekarang SPI Gerakan Pelajar Berkemajuan (2014). Masing-masing SPI mempunyai dinamika tersendiri. Sebagian besar pasukan elite IPM yang belum bisa memahami dan mengaplikasikan sistem pengkaderan ini, sehingga meraka banyak menggunakan caranya sendiri untuk melaksanakan pengkaderan di level pimpinannya. Akhirnya banyak kader yang belum mengerti arah dan tujuan organisasi itu sendiri. 

“Pengakaderan berarti proses bertahap dan terus-menerus sesuai tingkatan, capaian, situasi dan kebutuhan tertentu yang memungkinkan seorang kader dapat mengembangkan potensi akal,kemampuan fisik, dan moral sosialnya. Sehingga, kader dapat membantu orang lain dan dirinya sendiri untuk memperbaiki keadaan sekarang dan mewujudkan masa depan yang lebih baik sesuai dengan cita-cita yang diidealkan, nilai-nilai yang di yakini serta misi perjuangan yang diemban.”  Kualitas proses pengkaderan banyak ditentukan oleh kemampuan menggali kebutuhan peserta dan organisasi. Karena kebutuhan itulah yang akan menjadi pijakan untuk menyusun konteks sebuah proses pengkaderan. Terkadang gagalnya pengkaderan berawal dari proses merumuskan kebutuhan warga belajar.

Pembelajaran yang sering diadakan dalam proses pengkaderan sering menggunakan metode ceramah, jarang sekali menggunakan sistem diskusi dan menulis. Paradigma belajar lebih dominan dikuasai budaya mendengar dari pada membaca. Budaya mendengar sering mengandalkan kata-kata. Bukan menulis. Kegiatan-kegiatan perkaderan banyak dilakukan secara oral lisan. Contohnya seperti ceramah, pidato, orasi serta tanya jawab. Padahal sebenarnya cara ini tidak banyak berhasil. Tatkala dalam aktivitas keilmuan sehari-hari mendengarkan ceramah dan pidato. Cara ini tidak cukup dan tidak menjadikan kita menguasai materi atau ilmu yang disampaikan.
Baca Selengkapnya......

 Suasana seperti ini tidak banyak membawa hasil atau tidak efektif. Cara ini dilakukan karena tuntutan formalitas. Oleh karena itu, wajar jika para warga belajar banyak yang bosan. Bukan dari kesadaran membentuk paradigma kebutuhan ilmu. Sehingga banyak membaca dan menulis. Lebih parahnya lagi mendengar karena terpaksa tanpa ada kesadaran keilmuan.

Menulis adalah pendekatan yang efektif dalam belajar. Dengan menulis, maka sesuatu yang ditulis akan menjadi miliknya, dan ilmu atau pengetahuan yang ditulis tidak cepat hilang. Dengan menulis, maka pikiran menjadi lebih aktif daripada sebatas mendengar. Selain itu menulis akan mengaktifkan semua indera, naik mata, telinga, dan tangan sekaligus. Semboyan Ikatan Pelajar Muhammadiyah surah Al-Qolam ayat 1 “nun wal qolami wama yasturun (nun, demi pena dan apa yang mereka tuliskan). Menuntut para kader IPM untuk melek ilmu dan  melihat realitas.

Dalam konteks pengkaderan yang sering dialakukan, banyak menghasilkan kader-kader penerus. Akan tetapi kebanyakan hanya sebatas secarik kertas yang tersimpan dalam file organisasi. Follw up serta pendampingan selepas pengkaderan jarang dilakukan. Sehingga banyak alumni pengkaderan belum bisa mengambil langkah pasti untuk menetukan arah kebijakan yang akan mereka ambil. 

kader dalam bahasa perancis adalah cadre yang berarti bagian inti tetap dari suatu resimen; kelompok elit yang terpilih karena terlatih dengan baik. Jadi kader merupakan kelompok elit yang terlatih dengan baik, yang menjadi tulang punggung organisasi dengan kualitas dan nilai lebih yang dimiliki. (Asep Purnama Bakhtiar, Kedaulatan Rakyat, 19/9194 dalam Asep P.B, Membaca ulang Dinamika Muhammadiyah). Sebagai pasukan elit yang sudah terlatih tidak bisa di dapatkan dengan cara instan, akan tetapi harus melalui tahap proses. Di IPM untuk menjadi pasukan elit harus melalui proses pengkaderan yang terstruktur. Tanpa mengikuti pengkaderan yang ada, anggota IPM akan kesulitan menjawab realitas tantangan zaman.


Tinta Al-Qolam:

Asep Purnama Bakhtiar, Kedaulatan Rakyat, 19/9194 dalam Asep P.B, Membaca ulang Dinamika Muhammadiyah

Azaki Khairuddin, 2014, Nun, Tafsir Gerakan Al-Qolam, Al-Wasit publishing House, Jakarta

Ahmad Fanani, 2014 Sistem Perkaderan IPM : Gerakan Pelopor Advokasi,
http://pelajarberkemajuan.blogspot.com/2014/02/sistem-perkaderan-ipm-menuju-gerakan.html

Masmulyadi, 2010, Perkaderan IPM; Sebuah Catatan Refleksi

No comments:

Post a Comment