“PROBLEMATIKA PENGAKDERAN DI LEVEL
BAWAH”
Oleh : Ahm Syafiq
Alumni Ikatan Pelajar Muhammadiyah 2013
“Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) banyak
mengalami kendala, terutama dalam segi penerus yang mampu menjadi tongkat
estafet organisasi. Ungkapan ini banyak dilontarkan oleh kalangan pengurus
ataupun anggota organisasi. Tapi tidak tertutup kemungkinan generasi penerus
akan banyak bermunculan ketika paradigma pengkaderan mulai dirubah.
Sistem Pengkaderan Ikatan yang telah
diterbitkan oleh pimpinan pusat yang sudah mengalami perubahan hingga 4 (empat)
dekade, dari SPI Merah (1986), SPI Biru (1994), SPI Hijau (2002), dan sekarang
SPI Gerakan Pelajar Berkemajuan (2014). Masing-masing SPI mempunyai dinamika
tersendiri. Sebagian besar pasukan elite IPM yang belum bisa memahami dan mengaplikasikan
sistem pengkaderan ini, sehingga meraka banyak menggunakan caranya sendiri
untuk melaksanakan pengkaderan di level pimpinannya. Akhirnya banyak kader yang
belum mengerti arah dan tujuan organisasi itu sendiri.
“Pengakaderan
berarti proses bertahap dan terus-menerus sesuai tingkatan, capaian, situasi
dan kebutuhan tertentu yang memungkinkan seorang kader dapat mengembangkan
potensi akal,kemampuan fisik, dan moral sosialnya. Sehingga, kader dapat
membantu orang lain dan dirinya sendiri untuk memperbaiki keadaan sekarang dan
mewujudkan masa depan yang lebih baik sesuai dengan cita-cita yang
diidealkan, nilai-nilai yang di yakini serta misi perjuangan yang diemban.” Kualitas proses pengkaderan banyak ditentukan oleh
kemampuan menggali kebutuhan peserta dan organisasi. Karena kebutuhan itulah
yang akan menjadi pijakan untuk menyusun konteks sebuah proses pengkaderan. Terkadang
gagalnya pengkaderan berawal dari proses merumuskan kebutuhan warga belajar.
Pembelajaran yang sering diadakan
dalam proses pengkaderan sering menggunakan metode ceramah, jarang sekali
menggunakan sistem diskusi dan menulis. Paradigma belajar lebih dominan
dikuasai budaya mendengar dari pada membaca. Budaya mendengar sering mengandalkan
kata-kata. Bukan menulis. Kegiatan-kegiatan perkaderan banyak dilakukan secara
oral lisan. Contohnya seperti ceramah, pidato, orasi serta tanya jawab. Padahal
sebenarnya cara ini tidak banyak berhasil. Tatkala dalam aktivitas keilmuan
sehari-hari mendengarkan ceramah dan pidato. Cara ini tidak cukup dan tidak
menjadikan kita menguasai materi atau ilmu yang disampaikan.
Baca Selengkapnya......
Suasana seperti ini tidak banyak
membawa hasil atau tidak efektif. Cara ini dilakukan karena tuntutan
formalitas. Oleh karena itu, wajar jika para warga belajar banyak yang bosan. Bukan
dari kesadaran membentuk paradigma kebutuhan ilmu. Sehingga banyak membaca dan
menulis. Lebih parahnya lagi mendengar karena terpaksa tanpa ada kesadaran
keilmuan.
Menulis adalah pendekatan yang
efektif dalam belajar. Dengan menulis, maka sesuatu yang ditulis akan menjadi
miliknya, dan ilmu atau pengetahuan yang ditulis tidak cepat hilang. Dengan menulis,
maka pikiran menjadi lebih aktif daripada sebatas mendengar. Selain itu menulis
akan mengaktifkan semua indera, naik mata, telinga, dan tangan sekaligus. Semboyan
Ikatan Pelajar Muhammadiyah surah Al-Qolam ayat 1 “nun wal qolami wama yasturun
(nun, demi pena dan apa yang mereka tuliskan). Menuntut para kader IPM untuk
melek ilmu dan melihat realitas.
Dalam konteks
pengkaderan yang sering dialakukan, banyak menghasilkan kader-kader penerus. Akan
tetapi kebanyakan hanya sebatas secarik kertas yang tersimpan dalam file
organisasi. Follw up serta pendampingan selepas pengkaderan jarang dilakukan. Sehingga
banyak alumni pengkaderan belum bisa mengambil langkah pasti untuk menetukan
arah kebijakan yang akan mereka ambil.
kader dalam
bahasa perancis adalah cadre yang berarti bagian inti tetap dari suatu
resimen; kelompok elit yang terpilih karena terlatih dengan baik. Jadi kader
merupakan kelompok elit yang terlatih dengan baik, yang menjadi tulang punggung
organisasi dengan kualitas dan nilai lebih yang dimiliki. (Asep Purnama
Bakhtiar, Kedaulatan Rakyat, 19/9194 dalam Asep P.B, Membaca ulang
Dinamika Muhammadiyah). Sebagai pasukan
elit yang sudah terlatih tidak bisa di dapatkan dengan cara instan, akan tetapi
harus melalui tahap proses. Di IPM untuk menjadi pasukan elit harus melalui
proses pengkaderan yang terstruktur. Tanpa mengikuti pengkaderan yang ada,
anggota IPM akan kesulitan menjawab realitas tantangan zaman.
Tinta Al-Qolam:
Asep Purnama Bakhtiar, Kedaulatan
Rakyat, 19/9194 dalam Asep P.B, Membaca ulang Dinamika Muhammadiyah
Azaki
Khairuddin, 2014, Nun, Tafsir Gerakan Al-Qolam, Al-Wasit publishing
House, Jakarta
Ahmad Fanani, 2014 Sistem Perkaderan IPM : Gerakan
Pelopor Advokasi,
http://pelajarberkemajuan.blogspot.com/2014/02/sistem-perkaderan-ipm-menuju-gerakan.html
Masmulyadi, 2010, Perkaderan IPM; Sebuah Catatan
Refleksi
No comments:
Post a Comment