pimpinan

pimpinan

Monday, October 31, 2016

Strategi untuk Meningkatkan Efektifitas dalam Komunikasi Pendidikan

Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan atauplanning dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan. Akan tetapi untuk mencapai tujuan tersebut strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus mampu menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya.
Demikian pula dengan strategi komunikasi yang merupakan paduan perencanaan komunikasi dengan menajemen komunikasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi komunikasi ini harus mampu menunjukkan bagaimana operasional praktis yang harus dilakukan, dalam arti bahwa pendekatan bisa berbeda-beda sewaktu-waktu tergantung pada situasi dan kondisi.
1.       Mengenali sasaran komunikasi
Sebelum melakukan komunikasi, kita perlu mempelajari siapa saja yang akan menjadi sasaran komunikasi tersebut. Sudah tentu ini tergantung pada tujuan komunikasi, apakah agar komunikan hanya sekedar mengetahui ataukah agar komunikan melakukan tindakan tertentu. Apapun tujuan, metode, dan banyaknya sasaran, pada diri komunikan perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:

Saturday, October 29, 2016

Cara Mengoperasikan Microsoft Word

A.    Memulai Mengoperasikan Microsoft word           
Untuk memulai menjalankan program microsoft word langkah-langkah sebagai berikut :
1.      Pilih tombol Start di pojok kiri bawah tampilan windows.
2.      Setelah muncul tampilan menunya pilih Program, kemudian Microsoft Office dan Pilih
3.      Microsoft Office Word 2007.
Unsur-unsur utama Layar Ms Word.
1.      Judul Windows
Baris Judul Menampilkan nama file dan aplikasi Microsoft Word, nama file sebelum dirubah adalah Document1, Document2 dan seterusnya. Pada pojok kanan sebelahnya window terdapat button minimize, maximize dan menutup aplikasi word.
2.      Office Button
Digunakan untuk :

Tipe dan Fungsi dalam Kepemimpinan

Tipe Kepemimpinan
Dalam melaksanakan fungsi kepemimpinan maka akan berlangsung aktivitas kepemimpinan. Hal ini apabila dipilah-pilah maka akan terlihat gaya kepemimpinan dengan pola masing-masing.[1] Menurut Isjoni, dalam bukunya Manajemen Kepemimpinan dalam Pendidikan, tipe-tipe kepemimpinan antara lain :
1.       Partisifatif
Kepemimipinan yang partisivatif adalah suatu cara memimpin yang memungkinkan para bawahan turut serta dalam proses pengambilan keputusan, bila ternyata proses tadi mempengaruhi kelompok, atau bila memang kelompok (bawahan) ini mampu turut berperan dalam pengambilan keputusan dalam hal ini atasan tidak hanya memberikan kesempatan kepada mereka yang berinisiatip akan tetapi akan membantu mereka menyelesaikan tugas mereka sendiri, misal dengan memberikan fasilitas. Pemimpin di sini bermaksud untuk mengembangkan rasa tanggung jawab bawahan dalam mencapai tujuan kelompok, organisasi atau lembaga, dengan menggunakan cara memberi pujian, atau juga memberikan kritik yang membangun walau pada akhirnya tanggung jawab untuk membuat keputusan itu ada ada tangan pemimpin namun dalam prosesnya, pengambilan keputusan itu dikerjakan besama-sama dalam anggota kelompok.

Kepemimpinan Pendidikan

“Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk memepengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan.[1] Dalam kegiatannya bahwa pemimpin memiliki kekuasaan untuk mengarahkan dan mempengaruhi bawahannya sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Pada tahap pemberian tugas pemimpin harus memberikan suara arahan dan bimbingan yang jelas, agar bawahan dalam melaksanakan tugasnya dapat dengan mudah dan hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Tiap-tiap orang yang merasa terpanggil untuk melaksanakan tugas memimpin di dalam lapangan pendidikan dapat disebut pemimpin pendidikan, misalnya orang tua di rumah, guru disekolah, kepala sekolah di sekolah maupun pengawas pendidikan di kantor pembinaan pendidikan dan di daerah pelayanannya. Kepemimpinan sangatlah dibutuhkan dalam pembinaan pendidikan.
Secara umum kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai berikut:

Friday, October 28, 2016

Konsep CSR dalam Lembaga Pendidikan Islam

Lembaga pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan proses pendidikan karena lembaga berfungsi sebagai mediator dalam mengatur jalannya pendidikan. Dan pada zaman sekarang ini tampaknya tidaklah disebut pendidikan jika tidak ada lembaganya. Lembaga pendidikan dewasa ini juga sangat mutlak keberadaannya bagi kelancaran proses pendidikan. Apalagi lembaga pendidikan itu dikaitkan dengan konsep islam.
Lembaga pendidikan islam merupakan suatu wadah dimana pendidikan dalam ruang lingkup keislaman melaksanakan tugasnya demi tercapainya cita-cita umat islam. Keluarga, masjid, pondok pesantren dan madrasah merupakan lembaga-lembaga pendidikan islam yang mutlak diperlukan di suatu negara secara umum atau disebuah kota secara khususnya, karena lembaga-lembaga itu ibarat mesin pencetak uang yang akan menghasilkan sesuatu yang sangat berharga, yang mana lembaga-lembaga pendidikan itu sendiri akan mencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan mantap dalam aqidah keislaman.
Menurut Suyanto pada masa mendatang pendidikan merupakan investasi manusia (human ivestment) penting harus dirancang dan dibiayai secara lebih memadai, agar sumber daya manusia Indonesia mampu tumbuh dan bersaing dengan bangsa lain dan dalam sebuah proses pembangunan  pendidikann harus merupakan upaya penting upaya sadar dari pemerintah, masyarakat, dan keluarga semua perlu dilakukan secara terus menerus tanpa henti, supaya para generasi mampu merespon  secara proaktif terhadap perkembangan jaman.

Filsafat Ilmu


(Ahm). Filsafat ilmu ialah : studi tentang asumsi, landasan berfikir dan implementasi metode befikir dari ilmu.
Filsafat ilu adalah : kajian filsafat tentang hakikat ilmu dan dapat di kelompokkkan menjadi 2 (dua) area kajian yaitu epistemology ilmu dan metafisik ilmu (filsafat).
1.      Metode ilmu
Sebuah konsep sentral dalam filsafat ilmu ialah : empirisme atau tergantung pada fakta empiris. Empiris adalah pandangan bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman dalam kehidupan manusia.
Beberapa pakar filsafat ilmu mendifisikan bahwa : filsafat ialah studi tentang asumsi, landasan brfikir dan implementasi dari ilmu.
2.      Makna filsafat ilmu
Filsafat meletakkan dasar-dasar suatu pengetahuan, sedangkan filsafat ilmu adalah pengetahuan yang membahas dasar-dasar wujud keilmuan yang merupakan pengembangan dari filsafat pengetahuan (ilmu) yang merupakan cabang filsafat dengan sasarannya ilmu (pengetahuan) dan tiang penyangga bagi eksistensi ilmu itu sendiri.

Thursday, October 27, 2016

Paradigma Pemimpin Masa Depan

(Ahm). Dalam perjalanan sejarah  umat manusia kita mengenal banyak pemimpin besar yang diakui di dunia : Manes yang menyatukan Mesir pada sekitar tahun 3000 SM; Musa yang memimpin eksodus besar – besaran dari Mesir pada tahun 1500 SM  dan Barack Obama yang menjadi presiden Amerika Serikat pertama yang berkulit hitam yang terpilih di tahun 2009.
Terminologi ‘pemimpin’ bukanlah sekedar pemimpin dalam arti memimpin suatu kegiatan,pemipin rumah tangga atau pemipin rapat, melainkan pemimpin yang memiliki jiwa kepemimpinan, memimpin sebuah komunitas, dan berhasil melakukan perbuatan besar.
Kepemimpinan juga tidak dapat terlepas dari sifat alami manusia yang memiliki motivasi. Ada pemimpin yang memiliki motivasi kekuasaan, pemberontak, dan kesempatan. Pemimpin adalah person atau orang, sedangkan kepemimpinan adalah spirit atau semangat. Seorang manusia dengan jiwa kepemimpian memiliki peluang untuk menjadi seorang pemimpin. Namun, seseorang tanpa semangat kepemimpinan mungkin saja menjadi pemimpin karena suatu kondisi yang terpaksa.
Penulis menyadari bahwa tidak ada satu hal yang sempurna. Dalam proses penyusunan buku ini, mungkin terdapat banyak kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja.Penulis berharap, melalui buku in, para pembaca mendapat wawasan umum tentang kepemimpinan seta banyak contoh model kepemimpinan. Setelah mendapat ide, pembaca diharapkan mampu mengembangkan diri untuk siap menjadi pemimpin masa depan.
Hakikat Kepemimpinan
Kepemimpinan memiliki arti luas yaitu meliputi ilmu tentang kepemimpinan, tekhnik kepemipinan, serta sejarah kepemimpinan. Selengkapnya.....

Membentuk Kepribadian Muslim dilingkungan Panti ASuhan

(Ahm). Panti asuhan merupakan lembaga sosial yang mempunyai peran untuk melindungi dan membimbing anak-anak yatim, yatim piatu, terlantar dan kaum dhuafa untuk kesejahteraan hidup anak asuh. Panti Asuhan mempunyai peran dalam membentuk karakter serta kepribadian anak asuh melalui pembentukan nilai-nilai karakter antara lain kerja keras, mandiri, tanggung jawab dan peduli lingkungan. Berdasarkan UUD 1945 pasal 34 ayat (1) yang berbunyi “ fakir miskin dan anak– anak terlantar di pelihara oleh negara”. Panti Asuhan sebagai suatu lembaga sosial yang selalu memperhatikan kebutuhan atau kepentingan serta pembentukan karakter dan kepribadian anak asuh, dalam pendidikan agama dan  pendidikan  formal. Karena  panti  asuhan  mempunyai kepedulian sosial yang tinggi terhadap nasib anak  – anak yang kurang mampu disekitar supaya mendapatkan pendidikan yang layak.
Dalam kontek lain Panti Asuhan bukan hanya sekedar lembaga sosial belaka. Akan tetapi memiliki tujuan sebagai amal usaha, dengan maksud meningkatkan kualitas dan kesejahteraan sosial sehingga terwujudnya individu berkepribadian muslim.
Membentuk kepribadian islami tentunya tidak bisa dilepaskan dari penanaman moral sejak dini. Dalam hal ini karena yang akan diteliti adalah penghuni panti asuhan, maka bagaimana peran orang tua dalam menanamkan moral pada anak asuhnya. Anak pada dasarnya memiliki tabiat akan taat pada aturan sesuai dengan hadis yang dikutip oleh H.R. Bukhori dan Muslim :
مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ، كَمَا تُنْتِجُ الْبَهِيْمَةُ بَهِيْمَةً جَمْعَاءَ، هَلْ تَحِسُّوْنَ فِيْهَا مِنْ جَدْعَاءَ.
Artinya : “Tidaklah seorang yang dilahirkan itu kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah, kemudian kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana seekor hewan yang melahirkan dalam kondisi lengkap, adakah kamu dapati dalam kondisi cacat?” (Muttafaq ‘Alaih dengan lafazh riwayat Muslim)


Hadits di atas mengingatkan pada kita bahwa pentingnya pengasuhan pada anak. Pada dasarnya anak itu bisa diarahkan oleh pengasuhnya pada apa saja yang ia kehendaki. Maka dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua dapat mewarnai perkembangan kepribadian anak hingga memiliki kematangan pada diri anak itu sendiri. Pola asuh adalah perlakuaan orang tua dalam rangka memenuhi kebutuhan, memberi perlindungan, dan mendidik anak dalam kehidupan sehari-hari.



Menurut Allport:

“Kepribadian adalah organisasi sistem jiwa raga yang dinamis dalam diri individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap lingkungannya.”[1]

Sementara Carl Gustav jung mengatakan :

“Bahwa kepribadian merupakan wujud pernyataan kejiwaan yang ditampilkan seseorang dalam kehidupannya”[2]

Pada dasarnya kepribadian bukan terjadi secara serta merta akan tetapi terbentuk melalui proses kehidupan yang panjang. Oleh karena itu banyak faktor yang ikut ambil bagian dalam membentuk kepribadian manusia tersebut. Dengan demikian apakah kepribadian seseorang itu baik, buruk, kuat, lemah, beradap atau biadap sepenuhnya ditentukan oleh faktor yang mempenggaruhi dalam pengalaman hidup seseorang tersebut. Dalam hal ini pendidikan sangat besar penanamannya untuk membentuk kepribadian manusia itu.[3]
Kepribadian secara utuh hanya mungkin dibentuk melalui pengaruh lingkungan, khususnya pendidikan. Adapun sasaran yang dituju dalam pembentukan kepribadian ini adalah kepribadian yang memiliki akhlak yang mulia. Tingkat kemuliaan akhlak erat kaitannya dengan tingkat keimanan. Sebab Nabi mengemukakan “ Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang mukmin yang paling baik akhlaknya.
Seseorang yang islam disebut muslim. Muslim merupakan orang atau seseorang yang menyerahkan dirinya secara sungguh – sungguh kepada Allah. Jadi, dapat dijelaskan bahwa “wujud pribadi muslim” itu merupakan manusia yang mengabdikan dirinya kepada Allah, tunduk dan patuh serta ikhlas dalam amal perbuatannya, karena iman kepada-Nya. Pola sesorang yang beriman kepada Tuhan, selain berbuat kebajikan yang diperintahkan adalah membentuk keselarasan dan keterpaduan antara faktor  iman, islam dan ikhsan.
Kepribadian islami dalam kontek ini barang kali dapat diartikan sebagai identitas yang dimiliki seseorang  sebagai ciri khas bagi keseluruhan tingkah laku sebagai muslim, baik yang disampaikan dalam tingkah laku secara lahiriyah maupun sikap batinnya. Tingkah laku lahiriyah seperti cara berkata-kata, berjalan, makan, minum, berhadapan dengan orang tua, guru, teman sejawat, sanak famili dan sebagainya. Sedangkan sikap batin seperti penyabar, ikhlas, tidak sengaja, dan sikap terpuji yang timbul dari dorongan batin.
Kemudian ciri khas dari tingkah laku tersebut dapat dipertahankan sebagai kebiasaan yang tidak dapat dipengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain yang bertentangan dengan sikap yang dimiliki. Ciri khas tersebut hanya mungkin dapat dipertahankan jika sudah terbentuk sebagai kebiasaan dalam waktu yang lama. Selain itu sebagai individu setiap muslim memiliki latar belakang  pembawaan yang berbeda-beda. Perbedaan individu ini diharapkan tidak akan mempengeruhi perbedaan yang akan menjadi kendala dalam pembentukan kebiasaan ciri khas secara umum.[4]



[1] Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995)
[2] Jalaluddin, Teologi Pendidikan (Jakarta: Raja Grasindo Persada, 2001).
[3] Zuhairini et,al. Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara, 2008) hlm. 186
[4] Jalaluddin dan Usaman Said, 1994. Filsafat Pendidikan Agama Islam (Konsep dan Perkembangan Pemikirannya). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm. 92

Optimalisasi Motivasi dalam sistem Pembelajaran

     A.   Pengertian Motivasi
Menurut Sudirman (1992:73) Motivasi diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sanagt dirasakan mendesak. Sedangkan menurut Natawijaya dan Moesa (1992:54) Motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif atau motif-motif menjadi tindakan atau perilaku untuk memuaskan atau memenuhi kebutuhan atau untuk mencapai tujuan.
Dalam kegiatan belajar motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan belajar dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga tujuan dapat tercapai.
Siswa belajar karena didorong oleh kekuatan mentalnya.Kekuatan mental itu berupa keinginan, perhatian, kemauan, atau cita-cita.Kekuatan mental tersebut dapat tergolong rendah atau tinggi.Ada ahli psikologi pendidikan yang menyebut kekuatan mental yang mendorongterjadinya belajar tersebut sebagai motivasi belajar.Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar.Dalam motivasi terkandung adanya pengarahan sikap dan perilaku belajar individu.[1]
Guru di sekolah menghadapi banyak siswa dengan bermacam-macam motivasi belajar.Oleh karena itu peran guru cukup banyak untuk meningkatkan belajar.
1.      Optimalisasi Penerapan Prinsip Belajar
Dalam upaya pembelajaran, guru berhadapan dengan siswa dan bahan belajar. Untuk dapat membelajarkan atau mengajarkan bahan pelajaran disyaratkan
1.       Guru telah mempelajari bahan pelajaran,
2.       Guru telah memahami bagian-bagian yang mudah, sedang, dan sukar,
3.       Guru telah menguasai cara-cara mempelajari bahan, dan
4.       Guru telah mempelajari sifat bahan tersebut.
Upaya pembelajaran terkait dengan beberapa prinsip belajar. Beberapa prinsip belajar tersebut antara lain sebagai berikut:
1.        Belajar menjadi bermakna bila siswa memahami tujuan belajar, oleh karena itu, guru perlu menjelaskan tujuan belajar hierarkis.
2.        Belajar menjadi bermakna bila siswa dihadapkan pada pemecahan masalah yang menantangnya, oleh karena itu peletakan urutan masalah yang menantang harus disusun guru dengan baik.
3.        Belajar menjadi bermakna bila guru mampu memusatkan segala kemampuan mental  siswa dalam program kegiatan tertentu, oleh karena itu, disamping mengajarkan bahan secara terpisah-pisah, guru sebaiknya membuat pembelajaran dalam pengajaran unit.
4.         Mengatur bahan dari yang paling sederhana sampai paling menantang.
5.         Memberitahukan kriteria keberhasilan atau kegagalan belajar siswa.
2.      Optimalisasi Unsur Dinamis Belajar dan Pembelajaran
Seorang siswa akan belajar dengan sutuh pribadinya. Perasaan kemaunan, pikiran, perhatian, fantasi, dan kemampuan yang lain tertuju pada belajar. Meskipun demikian ketertujuan tersebut tidak selamanya berjalan lancer.Ketidaksejajaran tersebut disebabkan oleh kelelahan jasmani atau mentalnya, ataupun naik turunnya energi jiwa.
Guru adalah pendidik dan sekaligis pembimbing belajar. Guru lebih memahami keterbatasan waktu bagi siswa. Seringkali siswa lengah tentang nilai kesempatan belajar.Oleh karena itu guru dapat mengupayakan optimalisasai unsur-unsur dinamis yang ada dalam diri siswa dan yang ada di lingkungan siswa. Upaya optimalisasi tersebut, sebagai berikut:
1.      Pemberian kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan hambatan belajar yang dialaminya.
2.      Memelihara minat, kemauan, dan semangat belajarnya sehingga terwujud tindak belajar, betapa lambat gerak belajar, guru “tetap secara terus-menerus” mendorong; dalam hal ini berlaku semboyan “lambat asal selamat, tak akan lari gunung dikejar”.
3.      Meminta kesempatan pada orangtua siswa atau wali, agar memberi kesempatan pada siswa untuk beraktualisasi diri dalam belajar.
4.      Memanfaatkan unsur-unsur lingkungan yang mendorong belajar, misalnya surat kabar, dan tayangan televisi yang mengganggu pemusatan perhatian belajar agar dicegah.
5.      Menggunakan waktu secara tertib, penguat dan suasana gembiraterpusat pada perilaku belajar; pada tingkat iniguru memberlakukan upaya”belajar merupakan aktualisasi diri siswa”
6.      Guru merangsang siswa dengan penguat memberi rasa percaya diri bahwa ia dapat mengatasi segala hambatan dan “pasti berhasil” sebagai ilustrasi, siswa dibebaskan rasa harga dirinya dengan berbuat sampai berhasil.
3.      Optimalisasi Pemanfaatan Pengalaman dan Kemampuan Siswa
Perilaku belajar siswa merupakan rangkaian tindak-tindak belajar setiap hari. Guru adalah “penggerak” perjalanan belajar bagi siswa. Sebagai penggerak, maka guru perlu memahami dan mencatat kesukaran-kesukaran siswa.Sebagai fasilitator belajar, guru diharapkan memantau “tingkat kesukaran pemahaman belajar”, dan segera membantu mengatasi kesukaran belajar.“Bantuan mengatasi kesukaran belajar” perlu diberikan sebelum siswa putus asa. Guru wajib menggunakan pengalaman belajar dan kemampuan siswa dalam mengelola siswa belajar. Upaya optimalisai pemanfaatan pengalaman siswa tersebut dapat dilakukan sebagai berikut:
1.      Siswa ditugasi membaca bahan belajar sebelumnya; tiap membaca bahan belajar, siswa mencatat hal-hal yang sukar, catatan hal-hal yang sukar tersebut diserahkan kepada guru.
2.      Guru mempelajari hal-hal yang sukar bagi siswa.
3.      Guru memecahkan hal-hal yang sukar, dengan mencari “cara memecahkan”.
4.      Guru mengajarkan “cara memecahkan” dan mendidikan keberanian mengatasi kesukaran.
5.      Guru mengajak serta siswa mengalami dan mengatasi kesukaran.
6.      Guru memberi kesempatan kepada siswa yang mampu memecahkan masalah untuk membantu rekan-rekannya yang mengalami kesulitan
7.      Guru menghargai pengalaman dan kemampuan siswa belajar secara mandiri. (Monks, 1989 : 293-305; Winkel, 1991 : 110-119; Joyce & Well, 1980 : 105-129 dan 147-163).



[1] Koeswara, 1989:Siagian, 1989 :Schein : Biggs &Teller, 1987

Filsafat Al-Kindi Al- Farabi (Sejarah, Pemikiran dan karyanya)


PENDAHULUAN
Filasafat Islam di bagian Timur Dunia Islam (Masyriqi) berbeda dengan filsafat Islam di Maghribi ( bagian Dunia Barat). Di antara filosof Islam di kedua kawasan terdapat sebuah perselisihan pendapat tentang berbagai  pokok pengertian. Di Timur ada filosof terkemuka, al-Kindi, al-Farabi dan Ibnu Sina. Di Barat juga ada filosof terkemuka, Ibnu Bajah, Ibnu Thufail dan Ibnu Rusyd.
Wajar saja jika filososf filsafat Islam muncul terlebih dahulu di bagian Timur sebelum di bagian Barat. Sebagai akibat adanya peradaban yang berpusat di Syam dan Persia setelah sebelumnya berpusat di Athena dan Iskandariyah. Setelah Islam datang, orang Arab menguasai daerah Persia, Syam, dan Mesir. Kemudian pusat kekhalifaan pindah dari Hijaz (Madinah) ke Damaskus (Syam), sebuah kota yang yang dari politik menjadi pusat kekuasaan Bani Ummayah. Pada masa itu muncul dua kota besar memaminkan peranan penting dalam sejarah pemikiran Islam, yaitu Bashrah dan Kufah.
Di dalam suasana kehidupan politik dan pemikiran sedang berkembang pesat, muncullah seorang filosof Arab atau filosof Islam: Ya’qub bin Ishaq al- Kindi. Dia seorang filosf peradaban Islam pada abad ke-3 Hijriyah.
Pemikiran yang berkembang dalam filsafat Islam memang didorong oleh pemikiran filsafat Yunani yang masuk ke Islam. Namun, hal itu tidak berarti bahwa filsafat Islam adalah nukilan dari filsafat Yunani. Filsafat Islam adalah hasil interaksi dengan filsafat Yunani dan yang lainnya.
Al-Farabi adalah penerus tradisi intelektual al-Kindi, tapi dengan kompetensi, kreativitas, kebebasan berpikir dan tingkat sofistikasi yang lebih tinggi lagi. Jika al-Kindi dipandang sebagai seorang filosof Muslim dalam arti kata yang sebenarnya, Al-Farabi disepakati sebagai peletak sesungguhnya dasar piramida studi falsafah dalam Islam yang sejak itu terus dibangun dengan tekun. Ia terkenal dengan sebutan Guru Kedua dan otoritas terbesar setelah panutannya Aristoteles. Ia termasyhur karena telah memperkenalkan dokrin “Harmonisasi pendapat Plato dan Aristoteles”. Ia mempunyai kapasitas ilmu logika yang memadai. Di kalangan pemikir Latin ia dikenal sebagai Abu Nashr atau Abunaser.

A.    Al-Kindi
1.      Sejarah hidup dan karyanya
Al-Kindi adalah seorang filsuf besar pertama Arab dan Islam.Nama lengkap al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya`qub ibn Ishaq ibn Shabbah ibn Imran ibn Isma`il ibn Muhammad ibn al-Asy’ath ibn Qais al-Kindi. Nama al-Kindi berasal dari nama salah satu suku Arab yang besar sebelum Islam, yaitu suku kindah.
Al-Kindi dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H/801 M. Ia berasal dari sebuah keluarga pejabat, kaya dan terhormat. Ayahnya bernama Ibnu Al-Sabah. Sang ayah pernah menduduki jabatan Gubernur Kufah pada era kepemimpinan Al-Mahdi (775-785) dan Harun Ar-Rasyid (786-809). Ayahnya meninggal ketika ia masih kanak-kanak namun ia masih tetap memperoleh kesempatan untuk menuntut ilmu dengan baik. Kakeknya Asy’ats bin Qais dikenal sebagai salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW. Bila ditelusuri nasabnya, Al-Kindi merupakan keturunan Ya’rib bin Qathan yang berasal dari daerah Arab bagian selatan dan dikenal sebagai raja di wilayah Kindah. Al-Kindi hidup di era kejayaan Islam Baghdad di bawah kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Tak kurang dari lima periode khalifah dilaluinya yakni, Al-Amin (809-813), Al-Ma’mun (813-833), Al-Mu’tasim, Al-Wasiq (842-847) dan Mutawakil (847-861).