Lembaga pendidikan merupakan hal yang sangat penting
dalam mencapai keberhasilan proses pendidikan karena lembaga berfungsi sebagai
mediator dalam mengatur jalannya pendidikan. Dan pada zaman sekarang ini
tampaknya tidaklah disebut pendidikan jika tidak ada lembaganya. Lembaga
pendidikan dewasa ini juga sangat mutlak keberadaannya bagi kelancaran proses
pendidikan. Apalagi lembaga pendidikan itu dikaitkan dengan konsep islam.
Lembaga pendidikan islam merupakan suatu wadah dimana pendidikan
dalam ruang lingkup keislaman melaksanakan tugasnya demi tercapainya cita-cita
umat islam. Keluarga, masjid, pondok pesantren dan madrasah merupakan
lembaga-lembaga pendidikan islam yang mutlak diperlukan di suatu negara secara
umum atau disebuah kota secara khususnya, karena lembaga-lembaga itu ibarat
mesin pencetak uang yang akan menghasilkan sesuatu yang sangat berharga, yang
mana lembaga-lembaga pendidikan itu sendiri akan mencetak sumber daya manusia yang
berkualitas dan mantap dalam aqidah keislaman.
Menurut
Suyanto pada masa mendatang pendidikan merupakan investasi manusia (human
ivestment) penting harus dirancang dan dibiayai secara lebih memadai, agar
sumber daya manusia Indonesia mampu tumbuh dan bersaing dengan bangsa lain dan
dalam sebuah proses pembangunan pendidikann harus merupakan upaya penting
upaya sadar dari pemerintah, masyarakat, dan keluarga semua perlu dilakukan
secara terus menerus tanpa henti, supaya para generasi mampu merespon
secara proaktif terhadap perkembangan jaman.
Pada
dasarnya lembaga pendidikan merupakan organisasi sosial yang memiliki publik
internal dan eksternal. Lembaga pendidikan merupakan agen perubahan dan tempat
untuk menyalurkan ilmu kepada generasi penerus bangsa. Di era globalisasi
masyarakat akan lebih selektif dan berhati-hati dalam memilih lembaga
pendidikan. Maka lembaga pendidikan harus berupaya untuk menciptakan citra
sebaik mungkin di hadapan masyarakat.
Dalam tataran lingkup masyarakat, pendidikan sebagai
suatu kebutuhan yang sangat urgen untuk dipenuhi, maka layaklah hal ini
membutuhkan perhatian besar bagi siapapun yang berkepentingan di dalamnya. Oleh
karena itu substansi pendidikan perlu dipahami bersama mulai dari pemahaman
pendidikan itu sendiri, manajemen pendidikan, pengelolaannya, sampai kepada
pelaku pendidikan itu sendiri. Untuk dapat mewujudkan pendidikan yang baik
sesuai dengan tuntunan undang-undang maka selayaknyalah seluruh aspek yang
berperan di dalamnya wajib memberikan kontribusi terbaik kepada pendidikan. Hal
ini perlu di lakukan sebagai langkah untuk memajukan pendidikan di
Indonesia.
Pembiayaan pendidikan telah diatur dalam UUD Negara
Republik Indonesia 1945 (Amandemen IV) yang menyatakan bahwa setiap warga
negara berhak mendapat pendidikan; setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan
dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang
diatur dengan undang-undang; negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya dua puluh persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; pemerintah memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia
Salah satu hal yang menjadi perhatian besar saat ini dalam dunia pendidikan
adalah masalah pembiayaan yang digelontorkan oleh pemerintah, yakni 20%
anggaran pendapatan belanja Negara itu di berikan untuk pembiayaan bidang
pendidikan. Hal ini merupakan langkah besar pemerintah dalam meningkatkan
kualitas dan kuantitas pendidikan kita dalam hal pembiayaan. Maka dari itu
biaya pendidikan di Indonesia memiliki peran besar dalam mencerdaskan kehidupan
bangsah baik pendidikan secara umum maupun pendidikan Islam secara khusus.
Lembaga Pendidikan Islam sebagai suatu organisasi pendidikan yang mengelola
Pendidikan Islam merupakan wadah orang-orang yang mempunyai tujuan yang sama
yaitu untuk membentuk Manusia sempurna (insan kamil) setiap kegiatan diarahkan
untuk mencapai tujuan pendidikan Islam sebagai ujung dari kegiatan akhir.
Setiap kegiatan pendidikan yang dilakukan lembaga Pendidikan Islam membutuhkan
biaya tertentu yang kemudian bisa disebut sebagai budgeting.
Tanggung jawab
pembiayaan pendidikan tidak hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga
masyarakat. Di daerah kaya sumber daya alam : batu bara, minyak, dan gas bumi,
keberhasilan pendidikan juga merupakan tanggung jawab perusahaan sebagai bentuk
dari corporate social responsibility (CSR). Para pengusaha tidak hanya mengeruk
sumber daya alam, tetapi juga harus bertanggung jawab dalam pembangunan
pendidikan masyarakat sekitar, yang akan berdampak jangka panjang. Pasal 74
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa
perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan. Salah satu tanggung jawab sosial tersebut termanifestasi dalam
pengembangan pendidikan di sekitar wilayah perusahaan. Program CSR tidak hanya
sebatas pemenuhan regulasi, tetapi juga sebagai komitmen untuk berkontribusi
dalam pembangunan berkelanjutan.[1]
Salah satu
persoalan CSR adalah kecenderungan hanya melibatkan pihak-pihak yang dianggap
mempengaruhi atau menekan perusahaan. Riset menunjukkan bahwa CSR cenderung
lebih mementingkan pihak-pihak yang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi
operasional perusahaan (shareholder) dan sangat sedikit untuk masyarakat serta
lingkungan.[2] Lembaga pendidikan yang tidak memiliki posisi
tawar yang kuat tidak akan mendapat alokasi CSR meskipun pada dasarnya mereka
adalah salah satu prioritas. Dengan kata lain, salah satu motif eksternal CSR
adalah respon terhadap tekanan kelompok masyarakat (NGO) atau individu.[3] Hal itulah disebut sebagai membeli dukungan
komunitas lokal (buying the local communities support).
Partisipasi
perusahaan sebagai sumber biaya pendidikan dapat didorong melalui peran dan
inisiatif pimpinan lembaga pendidikan (baca :kepala sekolah/madrasah). Beberapa
hal yang harus dilakukan pimpinan lembaga pendidikan untuk menarik perusahaan
adalah :
1.
Membangun visi. Komitmen terhadap masa depan dan
prestasi menjadi pertimbangan penting bagi perusahaan untuk mendukung
pendidikan.
2. Menunjukkan akuntabilitas.
Laporan penggunaan dan hasil dari dana perusahaan merupakan sesuatu yang esensial
untuk mendapat dana.
3. Memperat jaringan. Hubungan
kerja sama akademik dan riset yang telah dibangun sebelumnya menjadi pintu
untuk menjalin hubungan dengan tokoh kunci dalam dewan perusahaan dan staf.
4. Mengkoordinasi usulan
proposal. Organisasi pemberi bantuan akan melihat sebuah program prioritas
insitusi untuk dibantu. Pihak lembaga pendidikan dituntut agar menyeleksi
program terbaik dan paling kompetitif.
5. Membangun Hubungan dan
Kreatif
Dana bantuan
dapat membuka kesempatan untuk bekerja sama dengan beberapa inovator terbaik
agar membangun sebuah program akademik, memperkuat area kurikulum yang
menjanjikan, atau investasi dalam sebuah institusi yang menguntungkan
perusahaan dan komunitas. Oleh karena itu, lembaga pendidikan harus menjadi
bagian dalam kerja sama-kerja sama tersebut.[4]
Dana dari program CSR juga harus dialokasikan dengan tepat dengan tetap
memperhatikan prinsip-prinsip pembiayaan pendidikan seperti telah dipaparkan di
bagian terdahulu. Dengan demikian, program CSR akan berdampak signifikan bagi
keberhasilan proses pembelajaran
[1] Frynas, Jedrzej George, (2009), Beyond Corporate
Social Responsibility : Oil Multinationals And Social, Challenges New York :
Cambridge University Press. Hal. 6
[2] Aras, Güler, and David Crowther, (2009), “Corporate
Governance and Corporate Social Responsibility in Context”, dalam Güler Aras
and David Crowther, (Ed), Global Perspectives on Corporate Governance and CSR,
Farnham Surrey : Gower Publishing Limited. Hal. 23
[3] Pedersen, Esben Rahbek dan Neergaard, Peter. (2007).
“The Bottom Line of CSR: A Different View”, dalam Frank den Hond, etall (Ed),
Managing Corporate Social Responsibility In Action, Burlington : Ashgate
Publishing Company. Hal. 81
[4] Murphy, Mary Kay. (1989). “Corporations and
Foundation”, dalam James L. Fisher dan Gary H. Quehl (Ed). The President and
Fund Raising, New York : Macmillan Pub. Company. Hal. 128-129
No comments:
Post a Comment