pimpinan

pimpinan

Thursday, October 27, 2016

Optimalisasi Motivasi dalam sistem Pembelajaran

     A.   Pengertian Motivasi
Menurut Sudirman (1992:73) Motivasi diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sanagt dirasakan mendesak. Sedangkan menurut Natawijaya dan Moesa (1992:54) Motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif atau motif-motif menjadi tindakan atau perilaku untuk memuaskan atau memenuhi kebutuhan atau untuk mencapai tujuan.
Dalam kegiatan belajar motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan belajar dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga tujuan dapat tercapai.
Siswa belajar karena didorong oleh kekuatan mentalnya.Kekuatan mental itu berupa keinginan, perhatian, kemauan, atau cita-cita.Kekuatan mental tersebut dapat tergolong rendah atau tinggi.Ada ahli psikologi pendidikan yang menyebut kekuatan mental yang mendorongterjadinya belajar tersebut sebagai motivasi belajar.Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar.Dalam motivasi terkandung adanya pengarahan sikap dan perilaku belajar individu.[1]
Guru di sekolah menghadapi banyak siswa dengan bermacam-macam motivasi belajar.Oleh karena itu peran guru cukup banyak untuk meningkatkan belajar.
1.      Optimalisasi Penerapan Prinsip Belajar
Dalam upaya pembelajaran, guru berhadapan dengan siswa dan bahan belajar. Untuk dapat membelajarkan atau mengajarkan bahan pelajaran disyaratkan
1.       Guru telah mempelajari bahan pelajaran,
2.       Guru telah memahami bagian-bagian yang mudah, sedang, dan sukar,
3.       Guru telah menguasai cara-cara mempelajari bahan, dan
4.       Guru telah mempelajari sifat bahan tersebut.
Upaya pembelajaran terkait dengan beberapa prinsip belajar. Beberapa prinsip belajar tersebut antara lain sebagai berikut:
1.        Belajar menjadi bermakna bila siswa memahami tujuan belajar, oleh karena itu, guru perlu menjelaskan tujuan belajar hierarkis.
2.        Belajar menjadi bermakna bila siswa dihadapkan pada pemecahan masalah yang menantangnya, oleh karena itu peletakan urutan masalah yang menantang harus disusun guru dengan baik.
3.        Belajar menjadi bermakna bila guru mampu memusatkan segala kemampuan mental  siswa dalam program kegiatan tertentu, oleh karena itu, disamping mengajarkan bahan secara terpisah-pisah, guru sebaiknya membuat pembelajaran dalam pengajaran unit.
4.         Mengatur bahan dari yang paling sederhana sampai paling menantang.
5.         Memberitahukan kriteria keberhasilan atau kegagalan belajar siswa.
2.      Optimalisasi Unsur Dinamis Belajar dan Pembelajaran
Seorang siswa akan belajar dengan sutuh pribadinya. Perasaan kemaunan, pikiran, perhatian, fantasi, dan kemampuan yang lain tertuju pada belajar. Meskipun demikian ketertujuan tersebut tidak selamanya berjalan lancer.Ketidaksejajaran tersebut disebabkan oleh kelelahan jasmani atau mentalnya, ataupun naik turunnya energi jiwa.
Guru adalah pendidik dan sekaligis pembimbing belajar. Guru lebih memahami keterbatasan waktu bagi siswa. Seringkali siswa lengah tentang nilai kesempatan belajar.Oleh karena itu guru dapat mengupayakan optimalisasai unsur-unsur dinamis yang ada dalam diri siswa dan yang ada di lingkungan siswa. Upaya optimalisasi tersebut, sebagai berikut:
1.      Pemberian kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan hambatan belajar yang dialaminya.
2.      Memelihara minat, kemauan, dan semangat belajarnya sehingga terwujud tindak belajar, betapa lambat gerak belajar, guru “tetap secara terus-menerus” mendorong; dalam hal ini berlaku semboyan “lambat asal selamat, tak akan lari gunung dikejar”.
3.      Meminta kesempatan pada orangtua siswa atau wali, agar memberi kesempatan pada siswa untuk beraktualisasi diri dalam belajar.
4.      Memanfaatkan unsur-unsur lingkungan yang mendorong belajar, misalnya surat kabar, dan tayangan televisi yang mengganggu pemusatan perhatian belajar agar dicegah.
5.      Menggunakan waktu secara tertib, penguat dan suasana gembiraterpusat pada perilaku belajar; pada tingkat iniguru memberlakukan upaya”belajar merupakan aktualisasi diri siswa”
6.      Guru merangsang siswa dengan penguat memberi rasa percaya diri bahwa ia dapat mengatasi segala hambatan dan “pasti berhasil” sebagai ilustrasi, siswa dibebaskan rasa harga dirinya dengan berbuat sampai berhasil.
3.      Optimalisasi Pemanfaatan Pengalaman dan Kemampuan Siswa
Perilaku belajar siswa merupakan rangkaian tindak-tindak belajar setiap hari. Guru adalah “penggerak” perjalanan belajar bagi siswa. Sebagai penggerak, maka guru perlu memahami dan mencatat kesukaran-kesukaran siswa.Sebagai fasilitator belajar, guru diharapkan memantau “tingkat kesukaran pemahaman belajar”, dan segera membantu mengatasi kesukaran belajar.“Bantuan mengatasi kesukaran belajar” perlu diberikan sebelum siswa putus asa. Guru wajib menggunakan pengalaman belajar dan kemampuan siswa dalam mengelola siswa belajar. Upaya optimalisai pemanfaatan pengalaman siswa tersebut dapat dilakukan sebagai berikut:
1.      Siswa ditugasi membaca bahan belajar sebelumnya; tiap membaca bahan belajar, siswa mencatat hal-hal yang sukar, catatan hal-hal yang sukar tersebut diserahkan kepada guru.
2.      Guru mempelajari hal-hal yang sukar bagi siswa.
3.      Guru memecahkan hal-hal yang sukar, dengan mencari “cara memecahkan”.
4.      Guru mengajarkan “cara memecahkan” dan mendidikan keberanian mengatasi kesukaran.
5.      Guru mengajak serta siswa mengalami dan mengatasi kesukaran.
6.      Guru memberi kesempatan kepada siswa yang mampu memecahkan masalah untuk membantu rekan-rekannya yang mengalami kesulitan
7.      Guru menghargai pengalaman dan kemampuan siswa belajar secara mandiri. (Monks, 1989 : 293-305; Winkel, 1991 : 110-119; Joyce & Well, 1980 : 105-129 dan 147-163).



[1] Koeswara, 1989:Siagian, 1989 :Schein : Biggs &Teller, 1987

No comments:

Post a Comment